Berbicara
tentang Indonesia, tentu tidak terlepas dari kekayaan alam yang dimilikinya
dari sabang sampai merauke. Tidak hanya kaya akan alam, tetapi juga kaya akan
adat-istiadat, ras, agama, dan kebudayaan. Selain itu, Indonesia juga kaya akan
jumlah penduduk yaitu 234,2 juta jiwa dan menjadikan Indonesia sebagai Negara
keempat yang padat penduduknya.
Kini kekayaan
Indonesia semakin bertambah seperti kekayaan akan bencana, kekayaan akan
masyarakat miskin, kekayaan akan masalah, hingga kekayaan akan koruptor. Ketika
ditanya mengapa kekayaan-kekayaan yang tidak diinginkan justru yang terjadi.
Maka mahasiswa dengan cerdas menjawab dan mengkritik betapa buruknya pemimpin
bangsa ini sehingga kekayaan-kekayaan yang tidak diinginkan semakin melimpah.
Ketika kita
mengkritik betapa buruknya pemimpin bangsa ini, lalu kita ditanya apa yang
sudah kita berikan dan lakukan untuk bangsa ini. Negara kita sudah memiliki
banyak kritikus dan yang rajin muncul di layar kaca dan di back stage.
Jadi yang dibutuhkan bukan memperbanyak kritikus, tetapi yang dibutuhkan adalah
pemimpin. Suatu saat kita akan menggantikan posisi para pemimpin bangsa ini.
Sudahkah kita mempersiapkan diri? Atau jangan-jangan kita hanya bertukar
posisi, dari pengkritik menjadi yang dikritik karena tidak ada perubahan?
Kita selain
sebagai mahasiswa, juga sebagai generasi muda yang menjadi harapan bangsa. Kita
akan menerima tongkat estafet yang akan diberikan oleh para pemimpin terdahulu
bangsa ini. Untuk itu, sejak dini kita harus menumbuhkan dan mengambangkan
karakter kepemimpinan kita sebagai bekal membangun bangsa Indonesia menjadi
lebih baik lagi.
Kondisi
Kepemimpinan di Indonesia
Kepemimpinan
adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui
proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannabaum,
Weschler dan Nassarik, 1961). Sedangkan menurut Rauch dan Behling (1984)
kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktivitas kelompok yang
diatur untuk mencapai tujuan bersama.
Kepemimpinan
yang ada di Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan. Indonesia sudah 65
tahun merdeka dan bergonta-ganti pemimpin dengan segala tipe. Tetapi justru
masalah yang dihadapi bangsa ini semakin berat dan bertambah. Era Orde Lama,
Orde Baru, reformasi semua telah dilewati dan hanya berjalan ditempat atau
bahkan mengalami kemunduran.
Menurut
Siswo Dwi Martanto, banyaknya permasalahan kepemimpinan dan permasalahan bangsa
yang tidak kunjung henti, menyebabkan rakyat tidak lagi percaya dengan
kepemimpinan di Indonesia saat ini. Rakyat tidak butuh pemimpin yang pintar dan
piawai berpidato, berpendidikan tinggi sampai S3, berpangkat militer tinggi
hingga Jenderal tapi kerjanya hanya menipu dan memperdayakan rakyat. Tetapi
rakyat butuh pemimpin yang mendengar tangisan pilu nasibnya dan mengulurkan
tangannya untuk berdiri tegak bersama-sama dalam mengatasi masalah dengan asas
kejujuran dan kepercayaan serta kerendahan dan kesederhanaan. Rakyat butuh
pemimpin yang memikirkan masa depan anak-anak bangsa. Rakyat butuh pemimpin
yang berani mengambil kebijakan untuk mengkounter harga-harga bahan pokok dan
menghilangkan kebijakan pengendalian harga pada kelompok tertentu, sehingga
harga kebutuhan pokok dapat terjangkau hingga dapat makan nasi putih yang
hangat dengan sekerat tempe sudah cukup bagi mereka.
Masalah demi
masalah yang dihadapi bangsa ini menstimulus otak kita untuk mengeluarkan anekdot
atau guyonan dari berbagai hal. Penulis pernah membaca sebuah artikel di
internet mengenai karakteristik kepemimpinan di Indonesia. Artikel tersebut
dengan terbuka dan ‘blak-blak-an’ menyampaikan anekdot dan guyonan.
Sebut saja
alm. Gusdur yang sering mengeluarkan guyonan atau anekdot dari kata ‘gila’
untuk para pemimpin negeri. Seperti Soekarno yang dibilang ‘gila’ wanita,
Soeharto ‘gila’ harta, B.J Habibi ‘gila’ ilmu, sedangkan untuk diri sendiri
gusdur mengatakan bahwa ia dipilih oleh orang-orang ‘gila’.
Ada juga
anekdot atau guyonan lain tentang para pemimpin bangsa ini, dimana mereka
(pemimpin negara) itu memiliki karakter kuat. Jika Soekarno disebut “Orator”,
Soeharto seorang “Diktator”, B.J Habibi disebut “Teknologikator”, Gusdur adalah
“Pluralisator”, Megawati tetap “Diemikator”, dan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono)
disebut sebagai “Curhator.”
Melihat
situasi yang bisa dikatakan genting ini, maka diperlukan dan dinantikan
kelahiran sosok pemimpin yang dapat memperbaiki bangsa ini dari kekayaan-kekayaan
yang tidak diharapkan. Proses melahirkan kepemimpinan yang ada harus
diperbaharui, karena yang ada sekarang hanya menghasilkan pemimpin yang penuh
dengan hutang politik dan balas budi kepada orang dan kelompok tertentu. Cara
berpikir dan cara mengelola negara ala Soeharto harus segera diakhiri. Soeharto
dulu berperilaku seperti raja Jawa yang melibatkan seluruh wilayah negara
sebagi kerajaannya dan setiap provinsi bukan saja harus membayar upeti ke
pemerintah pusat, tetapi juga harus tunduk dan taat kepada kehendak dan
otoritas sentral. Akibat manajemen Soeharto itu, kini kita harus memikul akibat
yang membawa rawan perpecahan (Kazhim dan Alfian Hamzah, 1999:83).
Kepemimpinan
Generasi Harapan Bangsa
Tidak salah
jika disebut bahwa generasi muda adalah generasi harapan bangsa.Pergerakan yang
terjadi dalam sejarah Indonesia menunjukkan bahwa para pemuda yang menjadi
tumpuan dan harapan bangsa. Banyak perubahan penting yang terjadi di Indonesia
bahkan di dunia dipicu oleh kiprah para pemuda. Kelahiran Budi Utomo
(1908), Sumpah Pemuda (1928), Revolusi Kemerdekaan (1945) serta Gerakan
Reformasi (1998) merupakan sebuah bukti sejarah akan peran pemuda dalam
menentukan arah kehidupan kita berbangsa dan bemegara.
Di negara
manapun, sosok para pemuda selalu menjadi perhatian yang khusus oleh banyak
kalangan. Sebab di tubuh para pemuda inilah segenap tumpuan masa depan bangsa
dipertaruhkan. Orang bijak sering mengatakan, masa depan bangsa yang baik
adalah masa depan yang memiliki kaum muda yang unggul, dan kompetitif.
Maka di
tengah krisis kebangsaan yang kita hadapi saat ini, kerinduan tampilnya
kepemimpinan kaum muda menjadi harapan banyak kalangan. Apalagi banyak catatan
sejarah yang telah menunjukkan keberhasilan kepemimpinan kaum muda tersebut.
Saat sekarang saja misalnya, munculnya sosok Mahmoud Ahmadinejad sebagai
presiden Iran, Hugo Cavez sebagai presiden Venezuela, Evo Morales sebagai
Presiden Bolivia, dan munculnya Barac Obama sebagai presiden Amerika Serikat
yang merepresentasikan kepemimpinan kaum muda. Apalagi ketika para pemimpin
tersebut mampu membawa institusi negara atau kekuasan yang dimiliki sebagai
sarana mewujudkan kedaulatan bangsa dan kesejahteraan sosial.
Terkait
dengan hal ini, kita sebagai generasi muda Indonesia yang merupakan pilar
bangsa, dalam mengembangkan dan meningkatkan peran serta tanggung jawab sebagai
kader bangsa dalam mewujudkan negara sejahtera (walfare state). Kepemimpinan
kaum muda merupakan jawaban yang harus didorong mulai saat ini. Konsep,
paradigma, strategi, serta karakter kepemimpinan kaum muda harus menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dalam melakukan formulasi tersebut.
Walaupun di
Indonesia ini banyak pemuda namun jika tidak mempunyai daya saing yang tinggi
serta berkarakter pemimpin maka tidak akan dapat dibanggakan sebagai pencetus
perubahan bangsa. Oleh sebab itu, dibutuhkan pemuda yang memiliki
karakter-karakter positif yang mampu membawa perubahan di bidangnya
masing-masing. Bukan hanya daya saing tinggi dan karakter pemimpin yang ada
pada diri pemuda, tetapi nilai serta manfaat bagi masyarakat juga dibutuhkan
karena dengan memiliki jiwa yang peduli pada masyarakat maka pemuda tidak hanya
sekedar mengejar kesuksesan diri sendiri semata tetapi juga memikirkan sesama.
Penulis bisa
bicara panjang lebar karena penulis pernah dan ingin lagi untuk mengikuti trainingkepemimpinan
dari kampus yang bertajuk PLC (Paramadina Leader Camp). Pelatihan kepemimpinan
Mahasiswa Fundamental ini dirancang sedemikian rupa dimana pengajaran teori
atau pengetahuan tentang kepemimpinan dilakukan secara classical dan
experiental.. Sayangnya training sejenis ini jumlahnya sangat
terbatas. Padahal kampus adalah tempat stok pemimpin paling besar. Namun ketika
mahasiswa tidak dipersiapkan, ketika keluar tidak ada kewajiban mengabdi yang
tertanam di dalam diri.
Memang hasil
dari program semacam ini tidak akan langsung dapat kita lihat. Namun, penulis
melihat pembangunan karakter pemimpin berbasis kampus inilah yang di masa depan
akan mampu membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik. Sudah cukup banyak orang
pintar di negeri ini (sampai-sampai banyak korupsi). Yang dibutuhkan saat ini
bukan hanya pintar tetapi juga kebersihan hati dan niat untuk mengabdi. Kita
mahasiswa sebagai generasi muda harus berupaya mengembangkan potensi untuk
menjadi pemimpin berbasis pengabdian dengan terus membangun karakter
kepemimpinan yang kita miliki.
Post by indodetik
Sumber : http://ahmad-saufani.blogspot.com/2011/03/mengembangkan-karakter-kepemimpinan.html
\iklan |
Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi indodetik.com. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.