Jika anda laki laki dan berkeinginan menikahi
gadis Aceh, maka berhenti sejenak dan merenunglah. Apakah pilihan anda sudah
tepat?? Apakah tidak terlalu beresiko jika anda memilih gadis Aceh sebagai
pasangan hidup?
Memang tidak ada laki laki yang tidak ingin
menikah. Bagi mereka [yang normal] memiliki pasangan yang sah adalah kebutuhan.
Perempuan membutuhkan perlindungan dari laki laki. Sebaliknya laki laki
membutuhkan sisi lembut dari seorang perempuan.
Namun dalam sudut pandang laki laki,
setidaknya ada dua alasan yang menjadi pertimbangan ketika hendak menikah.
Yakni masalah kesiapan mental dan materi.
Saya hanya akan mengulas tentang alasan kedua
yaitu tentang persoalan materi. Jujur soalan ini kerap mengganggu pikiran kaum
laki laki. Menikah tentu bukan hanya soal cinta dan sayang. Pada kenyataannya
menikah membutuhkan dana. Jumlahnya pun tidak sedikit. Mulai dari biaya untuk
acara tunangan, mahar, pernikahan, resepsi belum lagi biaya untuk memenuhi
kehidupan setelah menikah. Syukur syukur jika semuanya ditanggung oleh orang
tua, tapi bukankah kesiapan materi juga menunjukkan kesiapan untuk menikah?
Berapa biaya untuk menikahi gadis Aceh?
Di Aceh, mahar yang diberikan kepada calon
istri jarang dalam bentuk seperangkat alat shalat. Biasanya mahar yang
diberikan dalam bentuk emas. Hitungannya pun bukan dalam bentuk gram melainkan
mayam. Satu mayam senilai dengan 3,3 gram. Pernah satu mayam menyentuh harga
1,8 juta rupiah. Namun ketika catatan ini saya tulis, harga emas satu mayam
berkisar antara 1,6 hingga 1,7 juta rupiah.
Nah kisaran mahar di Aceh dimulai dari tiga
hingga 25 mayam. Bahkan bisa diatas angka tersebut tergantung siapa gadis yang
hendak dilamar. Kalau menikahi seorang gadis dengan mahar 10 mayam maka
setidaknya uang yang harus disiapkan sebesar 16 hingga 18 juta rupiah. Itu baru
mahar ya! Nah tinggal bayangkan saja jika yang dinikahi itu maharnya 20 atau 30
mayam. Untuk mahar saja bisa menghabiskan biaya 30 hingga 40 juta rupiah!
Biasanya penentuan mahar sangat tergantung
dari asal gadis tersebut. Beda daerah beda pula adat dan budaya nya. Adat di
Aceh Besar tentu berbeda dengan di Aceh Utara. Aceh Barat juga punya budaya
yang berbeda dengan Aceh Tengah. Di Aceh ada 23 Kabupaten kota yang masing masing
memiliki adat yang masih di junjung tinggi. Selain itu terkadang tingkat
pendidikan, pekerjaan si gadis serta tingkat ekonomi keluarga kerap menjadi
indikator dalam penentuan besaran mahar.
Sebelum menikah, sebagian keluarga ada yang
menggelar acara tunangan. Jika melaksanakan prosesi ini, maka calon mempelai
laki laki juga turut menyerahkan sebuah cincin emas. Selain cincin juga turut
dibawa seserahan seperti bahan pakaian dan makanan. Namun jumlah seserahan ini
biasanya hanya simbolis dengan jumlah yang terbatas.
Cincin ini dipakai oleh si calon mempelai
perempuan sebagai tanda jika dirinya sudah dilamar oleh seseorang. Biasanya
cincin yang diberikan antara dua hingga tiga mayam. Bedanya cincin tunangan
bisa dimasukkan kedalam bagian mahar. Misalnya seorang gadis dilamar dengan
mahar 10 mayam. Sebelumnya dia sudah menerima cincin sebesar dua mayam. Maka
ketika pada hari aqad, emas yang diserahkan oleh pihak laki laki hanya tersisa
delapan mayam lagi.
Tapi ada juga adat, dimana cincin tunangan
tidak termasuk dalam mahar atau hanya setengah nya saja. Misal kalau cincin
tunangan dua mayam maka satu mayamnya dihitung sebagai mahar, sedangkan sisanya
tidak. Ini semua sangat tergantung kebijakan atau budaya yang berlaku dalam
keluarga calon mempelai perempuan.
Selain biaya untuk membeli cincin tunangan
dan mahar, masih ada biaya lain yang harus dipersiapkan. Beberapa daerah di
Aceh ada yang memberlakukan adat yang disebut “uang hangus” dan “isi kamar”.
Ini artinya si calon suami menyerahkan sejumlah uang “bantuan” untuk resepsi di
tempat calon istri termasuk perabotan kamar tidur. Perabotan kamar tidur
terdiri dari tempat tidur, lemari dan meja rias. Nominalnya berkisar dari
sembilan juta rupiah ke atas. Tapi ingat tidak semua daerah di Aceh
memberlakukan adat ini. Bahkan karena alasan tertentu, adat ini bisa dihapus
oleh keluarga mempelai perempuan meski di daerah nya memberlakukan adat seperti
itu
Ketika acara antat linto, atau mengantar
mempelai laki laki ke rumah dara baro [mempelai wanita], maka linto harus
membawa seserahan. Seserahan ini terdiri dari bahan pakaian seperti kain renda
[brokat], batik dan songket. Bahan pakaian juga sering digabung dengan tas dan
sepatu. Biasanya dipadankan dengan warna yang sama. Selain pakaian, tas, dan
sepatu tentu masih ada seserahan yang lain. Apa saja itu, tergantung dari
kemampuan si linto. Tidak ada paksaan berapa jumlah seserahan yang diberikan.
Supaya lebih mudah saya akan membuat
ilustrasi sederhana, berapa biaya yang dibutuhkan untuk menikahi gadis Aceh.
[dihitung semua item]
- Cincin tunangan (2 mayam) Rp. 3.200.000,-
- Seserahan saat tunangan Rp. 800.000,-
- Mahar (10 Mayam) Rp. 16.000.000, - Untuk lebih detail maharnya, baca disini
- Seserahan saat resepsi Rp. 5.000.000,-
- Uang Hangus Rp. 6.000.000,-
- Isi Kamar Rp. 15.000.000,-
- Biaya Resepsi Rp. 20.000.000,-
- Total Rp. 66.000.000,-
[Masih di bawah 100 juta.]
Memang kalau dihitung hitung ternyata mahal
juga ya menikah dengan gadis Aceh. Namun meski mahal, KUA di Aceh tetap saja
dipenuhi oleh pasangan yang mengantri untuk menikah. Bahkan agar bisa menikah
di Mesjid Raya Baiturrahman, harus mendaftar minimal sebulan sebelumnya.
Lalu apa keunggulan atau kelebihan para
perempuan Aceh?
Secara fisik, gadis Aceh dikenal cantik dan
manis. Hal ini karena mengingat percampuran Aceh dengan banyak bangsa. Aceh
biasa disebut dengan Arab, Cina, Eropa dan Hindia. Maka jangan heran kalau ke
Aceh Jaya tepatnya di Lamno anda akan menemukan gadis bermata biru layaknya
perempuan di Eropa. Sementara jika ke Pidie banyak gadis India. Sedangkan jika
ke wilayah tengah Aceh, maka perempuan perempuan disana berkulit putih, bermata
sipit seperti gadis Cina.
Selain itu perempuan Aceh dikenal setia. Dulu
laki laki Aceh kerap merantau. Pulangnya pun juga dalam waktu yang lama. Tapi
tidak ada istri yang menggugat cerai karena alasan jablay. Istri akan tetap
menunggu hingga suaminya pulang. Selama menanti suami pulang tentu si istri
memahami bagaimana cara menjaga kehormatan diri.
Kelebihan lain adalah perempuan Aceh juga
dikenal “tahan banting” terhadap kemiskinan. Jarang terdengar seorang istri
meninggalkan anak dan suami hanya tidak sanggup hidup dalam keterbatasan. Dalam
prinsip hidup perempuan Aceh, miskin bukan berarti harus terhina. Makanya
perempuan di Aceh juga sangat mengerti cara menjaga kehormatan tidak hanya
kerhormatan diri tapi juga keluarga.
Lazimnya, perempuan Aceh juga taat kepada
suami. Sehebat apapun perempuan ketika masih sendiri, kala menikah dia sadar
harus menjadi makmum. Imam dalam keluarga adalah suami. Bukan berarti ini
menunjukkan kerdilnya perempuan Aceh dalam biduk rumah tangga. Ini hanya cara
perempuan Aceh memahami ajaran agama.
Kelebihan perempuan Aceh lainnya adalah rela
berkorban demi suami. Satu hal yang harus dipahami tantang mahar. Prinsipnya
mahar adalah sepenuhnya milik istri. Suami tidak boleh mengganggu gugat. Namun
hebatnya perempuan Aceh, dia rela menjual emas tersebut untuk membantu
meringankan beban suami. Makanya tidak jarang ada yang menjual maharnya untuk
membantu modal bisnis suami. Ada pula untuk membeli tanah atau membangun rumah.
Tapi yang jelas mahar tidak diberikan jika suami berencana menikah lagi J
Meski demikian tentu saja kita tidak bisa
memungkiri jika ternyata ada juga gadis Aceh yang tidak sesuai dengan uraian
diatas. Gadis Aceh ada juga yang tidak setia. Atau terlalu “gagah” didepan
suami. Tidak sedikit gadis Aceh yang ilmu agamanya cukup untuk dirinya saja.
Tapi untuk konteks ini kita harus melihatnya dengan seimbang. Bahwa sekelompok
kecil mereka tentu tidak bisa menutupi kelompok besar perempuan Aceh yang
memiliki kualitas diatas rata rata.
Bukan bermaksud menyinggung atau menempatkan
perempuan sebagai komoditas. Yang jelas tidak perlu khawatir melamar gadis Aceh
meski terhitung berbiaya tinggi. Sebab masih banyak diantara mereka yang
memberi kemudahan dalam penentuan mahar. Saya teringat dengan seorang penulis
asal Aceh. Pada bencana tsunami 2004 lalu, dia dan keduanya anaknya menjadi
korban. Mereka syahid [insyaAllah] diterjang gelombang. ketika almarhumah
menikah dulu, maharnya hanya surat Al-Anfal. Mungkin tidaklah berlebihan jika
menyebut gadis Aceh selayak bidadari surga yang berada di dunia.
So Masih berpikir untuk menikahi gadis Aceh??
Sumber : http://arielkahhari.wordpress.com/
\iklan |
Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi indodetik.com. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.