.comment-content a {display: none;}
Info
|
Profil G+ Profil Facebook Profil twitter profil Youtube rss feed
Home » , » Dekan FE Unmuha: Pelanggan Restoran Di Amerika Bayar Mie Aceh Dengan HP

Dekan FE Unmuha: Pelanggan Restoran Di Amerika Bayar Mie Aceh Dengan HP

ALIAMIN, Dekan Fakultas Ekonomi Unmuha Banda Aceh dan Dosen Fakultas Ekonomi Unsyiah, melaporkan dari Houston, Amerika Serikat

UNDANGAN dari Nusantara Foundation Amerika Serikat dan Baznas Indonesia untuk ikut seminar internasional di New York, Amerika Serikat (AS), tentu saja tidak saya lewatkan. Sebelum seminar dimulai empat hari lalu, saya berkunjung lebih dulu ke Texas, tepatnya ke Houston, kota terbesar keempat di AS.

Saya pilih Houston karena selain ada saudara dekat saya yang bermukim di kota ini, juga karena ingin melihat langsung bagaimana geliat kota industri ini sebenarnya. Sejauh yang saya amati, Kota Houston memang menakjubkan. Di Texas ini terdapat kota besar lainnya yang terkenal, seperti Dallas, tempat ditembaknya Presiden John F Kennedy pada 22 November 1963. Di sini juga terdapat San Antonio, kota ketujuh terbesar di AS.

Perputaran ekonomi “negeri koboi” ini bersumber dari minyak dan gas bumi. Ladang minyak dan gas telah lama bercokol. Imbasnya, perusahaan-perusahaan terkenal di dunia berkantor di Houston. Chevron Corp, ExxonMobil, Shell Oil Company, Transocean, Baker Oil Tools, GE Oil and Gas adalah di antara perusahaan migas yang beroperasi dan menumpuk di Houston. Banyak orang Indonesia, saat bertemu di Houston dan saya tanya di mana bekerja, mereka jawab, di salah satu perusahaan minyak yang berlokasi di Downtown.

Sebagaimana ciri negara maju, transaksi perdagangan besar atau kecil tidak lagi menggunakan uang kartal, tetapi kebanyakan menggunakan uang giral. Untuk kepentingan berbagai kebutuhan individu, baik untuk membeli rumah dan mobil, juga dilakukan menggunakan kartu, baik kartu kredit maupun debet. Ini merupakan revolusi alat pembayaran yang diakui berbagai negara di dunia.

Seiring dengan kemajuan teknologi informasi, penggunaan kartu sebagai alat bayar akan tergeser. Tak lama lagi, telepon genggam (hp) akan “mendobrak” revolusi alat bayar. Hal ini mulai terasa di Texas.

Tapi ada kekurangan besar yang ditemui kaum muslimin di Texas ini, yakni susah mendapatkan kuliner yang islami. Di negeri bekas jajahan enam negara ini, kami berusaha mencari makanan India yang berlabel 100% halal. Sesuai shalat Magrib kami berangkat ke jalan highway Nomor 7821. Di sini terlihat tenda putih ditempel dengan sebuah truk bercat putih di sampingnya. Inilah restoran Tandoori Nite yang di sisi depannya tertulis: gratis/free parking (rupanya “gratis” bahasa Spanyol, juga banyak digunakan di sini). Sang koki menulis di secarik kertas, makanan dan minuman yang kami pesan. Kemudian dia berkata, “Approval please (mohon teken di sini),” sambil menyodorkan hp kepada pelanggan lain. Pelanggan ini cukup tangkas membubuhkan tanda tangan dengan jari telunjuknya di hp yang disodorkan pemilik restoran. Si penanda tangan adalah seorang gadis keturunan India. Kepada teman makan saya bertanya, apa aktivitas yang mereka lakukan itu. Dia jawab bahwa si pelanggan telah membayar makanannya melalui hp. Oh, berarti sudah ada alat pembayaran baru yang lebih canggih daripada kartu kredit, saya membatin. Itu tentulah karena ada akses e-banking di hpnya atau program yang disebut dengan e-cash handphone, atau istilah gaulnya: ada uang di hpmu.

Sepulang dari wisata di NASA, pusat operator pesawat ulang-alik, kami kembali berburu makanan halal. Kali ini mampir di restoran “Mama Yu” Indonesian Menu yang terletak di 10815 Beechnut St Suite 143.

Seperti umumnya restoran, ada gambar menu di latar belakang (backdrop), mulai dari empek-empek palembang, soto ayam, gado-gado, mihun, rendang padang, goreng ikan balado, sate padang, sampai nasi goreng. Kami pesan sate ayam padang pakai nasi.

Sehabis saya makan, pengunjung lain, seorang karyawan Chevron asal Indonesia, memesan mi aceh. Saya terkejut, ada mi aceh di Houston. Rupanya seluruh menu yang dibingkai bak foto dengan ukuran 10HR di atas meja pelanggan merupakan menu andalan yang tidak dicantumkan di backdrop yang sebelumnya tak terlihat.

Karena penasaran, saya bertanya, dari mana belajar membuat mi aceh. Dengan tangkas, pelayan yang rupanya anak pemilik restoran menjawab bahwa ayahnya sering bertualang kuliner, mulai dari Jawa sampai ke Aceh. Hendro Priyono, sang Ayah, banting setir membuka restoran, setelah usahanya menambang pasir di Cikarang, Bekasi, tak berkembang. Pria kelahiran Salatiga, Jawa Tengah ini sudah dua kali ke Aceh. Bersama istrinya, Ayu Sulastri, keturunan Cina, mereka buka restoran dengan nama “Mama Yu”, maksudnya Mama Ayu Sulastri.

Si pelanggan di restoran ini pun, seperti biasanya, membayar melalui hp. Kami, karena dari “kampung”, tentu membayar makanan secara cash. Di Houston, orang bertransaksi secara cash terasa “aneh”. Umumnya setiap pembayaran apa saja dilakukan dengan kartu kredit. Ini dimungkinkan karena tingkat bunga kredit di AS sangat rendah.

Pada waktu check in dari Houston ke New York, saya lihat para penumpang men-scan hp-nya. Setelah memindai boarding pass, saya juga menyodorkan hp karena saya ingin di-scan. Tapi petugas bandara bertanya, “What for?” Saya menjawab, “Oh, I am sorry” setelah sadar bahwa rupanya hp juga pengganti boarding pass. Hehehe.

Sumber : tribunnews.com

\iklan
Share this post :

Isi Komentar Anda

Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi indodetik.com. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

0 Comments
Comments

Post a Comment

Next Back Home