Undang-undang
No. 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) akhirnya menemukan
pengganti, UU Republik Indonesia No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
(UU Dikti). Dalam acara Sosialisasi UU No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi di Aula Garuda Mukti lantai 5 Gedung Rektorat Universitas Airlangga
(25/9), Direktur Pendidik dan Tenaga Pendidikan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Prof. Supriyadi Rustad mengatakan UU Dikti ini membawa semangat
baru.
Prof.
Supriyadi mengatakan, UU ini menjamin dan memperluas akses calon mahasiswa
dalam memperoleh pendidikan tinggi. “Selama ini, Angka Partisipasi Kasar (APK)
perguruan tinggi di Indonesia masih cukup rendah bila dibandingkan dengan
negara-negara lain di Asia. Dengan UU Dikti ini, pemerintah berharap bisa
menaikkan APK perguruan tinggi di Indonesia,” terang Prof. Supriyadi. Selain
itu, demi memperluas akses dan menjamin kepastian calon mahasiswa, UU Dikti ini
melarang penggunaan penerimaan mahasiswa baru untuk tujuan komersial.
Prof.
Supriyadi menyebutkan, semangat baru UU ini juga mendorong perguruan tinggi
untuk mengembangkan Tridharma secara utuh, membawa kesetaraan bagi pengajar,
mahasiswa, dan institusi. Selain itu, Prof. Supriyadi juga menjamin UU ini akan
memperkuat pendidikan vokasi, mempertahankan otonomi universitas, penjaminan
mutu, serta yang paling penting, memastikan tanggung jawab negara dan
menghindari liberalisasi dan komersialisasi perguruan tinggi.
Poin
terakhir itu merupakan putusan yang penting, karena dalam amar putusan Mahkamah
Konstitusi tentang UU Badan Hukum Pendidikan, telah disebutkan dalam UU yang
baru tidak boleh terjadi penyeragaman bentuk lembaga pendidikan. Amar tersebut
juga menyebutkan bahwa pemerintah tidak boleh lepas tanggung jawab keuangan
untuk penyelenggaraan pendidikan, dan tidak boleh terjadi liberalisasi dan
komersialisasi pendidikan.
Dengan
adanya UU Dikti ini, ke depannya akan ada perubahan hak penyelenggaraan
pendidikan tinggi untuk akademi, sekolah tinggi, institut, universitas, akademi
komunitas, dan politeknik. Politeknik misalnya, selain menyelenggarakan program
pendidikan vokasi (D1, D2, D3, dan D4), juga bisa menyelenggarakan program
magister terapan dan dokter terapan, serta program profesi dan spesialis.
Universitas selain mampu menyelenggarakan program sarjana dan vokasi, juga akan
mampu menyelenggarakan program magister terapan dan dokter terapan. Akademi
komunitas juga akan diakui untuk menyelenggarakan program Diploma 1 dan Diploma
2.
UU baru
juga menjamin jenjang karir tenaga pendidik. Prof. Supriyadi mengatakan,
pengajar di institusi penyelenggara pendidikan vokasi akan bisa meraih jabatan
akademik hingga profesor. Sedangkan untuk akademi dan akademi komunitas juga
direncanakan bisa meraih jabatan akademik hingga profesor.
Masalah
perijinan dan akreditasi juga dibahas dalam UU yang baru ini. Penyelenggara
pendidikan tinggi baru bisa mendirikan program studi baru setelah memenuhi
persyaratan minimum akreditasi, sehingga pada saat izin program studi keluar,
program studi tersebut otomatis sudah terakreditasi minimum.
Dengan
adanya UU Dikti ini, masyarakat akan mempunyai banyak pilihan jenis pendidikan
tinggi yang setara, bisa berkuliah sesuai dengan kemampuan akademiknya dengan
biaya yang lebih terjangkau, serta dijamin negara untuk memperoleh layanan
pendidikan yang bermutu. Dunia usaha juga dapat memanfaatkan penelitian di
perguruan tinggi untuk inovasi industri. Prof. Supriyadi juga menjamin
perguruan tinggi mendapatkan otonominya dengan masih didukung pendanaan dari
pemerintah, serta memiliki fleksibilitas dalam mengelola sumber daya untuk
meningkatkan mutu. Dosen pun bisa dijamin memperoleh dana penelitian dan
kesetaraan dalam jenjang karir.
Berikut merupakan bahan Sosialisasi UU Pendidikan Tinggi oleh
Dirjen Dikti Kemendiknas (Undang-Undang RI nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi) dan
Penjelasannya sudah bisa diunduh di:
\iklan |
Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi indodetik.com. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.