Seorang
jurnalis profesional menurut kacamata psikolog, setidaknya harus memiliki tiga
kecerdasan, yakni kecerdasan intelektual, kecerdasan interpersonal dan
kecerdasan bahasa.
Demikian
Psikolog Universitas Sumatera Utara (USU) Eluj Andriani Yusuf MSi saat menjadi
narasumber Pada Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pers bertema "Etika
Jumalisme" di Gedung Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Sumut Jalan
Adinegoro No.4 Medan,
Diklat
yang diikuti 50 orang Anggota PWI Sumut dari PWI Perwakilan Langkat, Binjai,
Deli Serdang, Serdang Bedagai, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Simalungun dan
yang bertugas di Kota Medan itu terselenggara atas dukungan Asian Agri Group
dan dibuka Ketua PWI Sumut
Drs
Muhammad Syahrir.
Selain
Elvi Andriani, tampil sebagai narasumber Kepala Pusat Studi Hak Amsi Manusia
(Kapusbam)Universitas Negeri Medan (Unimed) Majda El Muhmj MHum, dan Direktur
Diklat PWI Sumut H War D)amil SH, dengan moderator Muhammad Arifin MPd. Turut
hadir Humas Asian Ami Group Lidia Veronika.
Menurut
Elvi, kecerdasan intelektual merupakan parameter utama yang sangat diperlukan
seorang jurnalis. Hal ini mengingat latar belakang pendidikan bukan
satu-satunya tolok ukur keberhasilan, namun sikap kritis dan mau terus belajar
merupakan kunci keberhasilan jurnalis dalam menjalankan tugas.
Kemudian
kecerdasan interpersonal mengharuskan seorang wartawan mudah beradaptasi dengan
lingkungan sosial, mudah bergaul dengan orang lain dan terbuka dalam
mengeluarkan pendapat.
Sedangkan
kecerdasan bahasa menuntut seorang wartawan mampu berkomunikasi secara verbal
dan tulisan.
Di
samping tiga kecerdasan itu, kata Elyi, kinerja seorang wartawan menuntut sikap
kerja yang sistematis. cepat dan teliti. Memiliki motivasi tinggi untuk
berprestasi, jujur dan bertanggungjawab.
Selanjutnya
memiliki networking yang luas dan baik sehingga mudah mendapatkan akses terhadap
sumber berita. Memiliki emosi stabil. mampu mengendalikan diri. serta mampu
berprilaku sesuai norma berlaku berdasarkan kode etik jurnalistik (KEJ).
Kapusham
Unimed Majda Al Muhtaj mengatakan, untuk mengimplementasikan KEJ berkaitan
jurnalisme berbasis HAM dibutubkan langkah-langkah strategis melalui komitmen
yang teruji dari penegak hukum untuk tunduk pada mekanisme penyelesaian
berbasis HAM.
Kemudian,
kata Majda, perlu penguatan kelembagaan pers dan insan pers dalam memperkuat profesi
jurnalis berbasis HAM, serta peningkatan kesejahteraan insan pers yang
mendukung kemandirian dan profesionalitas.
Sementara
Direktur Diklat PWI Sumut War Djamil melihat , ketika ada pemberitaan
bermasalah yang menjurus pelanggaran KEJ, penanganannya harus melalui
pendekatan Undang-Undang (UU) No.40 Tahun 1999 tentang Pers, bukan mengacu pada
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Hal ini
diatur dalam nota kesepahaman (MoU) antara Dewan Pers dengan Polri yang ditandatangani
di Jambi 9 Februari 2012.
Berdasarkan
MoU tersebut, kata War Djamil, pikak Polri harus melakukan koordinasi dan
konsultasi dengan Dewan Pers. Sebab, belum semua pemberitaan misalnya berkaitan
pencemaran nama baik diproses melalui KUHP,karena belum tentu pemberitaan
tersebut melanggar KEJ. "Artinya, pemberitaan itu patut diteliti apakah
melanggar KEJ atau tidak, dan kewenangan itu ada di Dewan Pers," paparnya.
Dmc
Sumber:
harian andalas / format epaper Koran online
\iklan |
Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi indodetik.com. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.